Senin, 21 Juni 2010

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DAN SAHABAT

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara, karena maju dan keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan warga negaranya. Salah satu bentuk pendidikan yang mengacu kepada pembangunan tersebut yaitu pendidikan agama adalah modal dasar yang merupakan tenaga penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak terhadap pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
Pendidikan Islam bersumber kepada al-Quran dan Hadis adalah untuk membentuk manusia yang seutuhnya yakni manusia yang beriman dan bertagwa terhadap Allah Swt, dan untuk memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan seluruh kehidupannya , sebagaimana yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya, demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. atau dengan kata lain , untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu memanusiakan manusia ,supaya sesuai dengan kehendak Allah yang menciptakan sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.
Sejarah pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam. Periodesasi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu sendiri. Secara garis besarnya Harun Nasution membagi sejarah Islam ke dalam tiga periode. Yaitu periode Klasik, Pertengahan dan Modern. Kemudian perinciannya dapat dibagi lima periode, yaitu: Periode Nabi Muhammad SAW (571-632 M), periode Khulafa ar Rasyidin (632-661 M), periode kekuasaan Daulah Umayyah (661-750 M), periode kekuasaan Abbasiyah (750-1250 M) dan periode jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-sekarang).
Pendidikan Islam di zaman Nabi Muhammad SAW merupakan periode pembinaan pendidikan Islam, dengan cara membudayakan pendidikan Islam dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Setelah itu dilanjutkan pada periode Khulafar ar Rasyidin dan Dinasti Umayyah yang merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuaan yang ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu Naqliah dan’Aqliah
Makalah yang sederhana ini penulis mencoba untuk menggambarkan tentang pola pendidikan Islam pada periode Dinasti Umayyah.
Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam amat penting, terutama bagi pelajar-pelajar agama islam dan pemimpin-pemimpin islam. Dengan mempelajari Sejarah Pendidikan Islam kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran islam baik dari cara didikannya maupun cara ajarannya. Khusunya pendidikan islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Sebagai umat islam, hendaknya kita mengetahui sejarah tersebut guna menumbuhkembangkan wawasan generasi mendatang di dalam pengetahuan sejarah tersebut. Sejarah Pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW terdapat dua periode. Yaitu periode Makkah dan periode Madinah.
Pada periode Makkah, Nabi Muhammad lebih menitik beratkan pembinaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah dan pada peroide di Madinah Nabi Muhammad SAW melakukan pembinaan di bidang sosial politik. Disinilah pendidikan islam berkembang pesat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan


BAB II
PEMBAHASAN

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH
DAN SAHABAT
A. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Perlu dijelaskan terlebih dahulu pada awal pembahasan ini, bahwa pembahasan masalah pendidikan agama Islam disini adalah diarahkan pada masalah pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah di Indonesia dan sesuai dengan agama yang dipeluk Bangasa Indonesia serta diakui oleh pemerintah. Dengan memfokuskan pembahasan pada masalah pendidikan agama Islam saja, maka pembahasan tidak terlalu luas serta agar mudah difahami arah pembicaraannya. Oleh karena itu, dalam pembahasan pendidikan agama disini penulis selalu menghubungkan dengan agama Islam, baik dalam pengertian, dasar pendidikan, tujuan pendidikan agama dan seterusnya.
Pendidikan mempunyai ruang lingkup yang cukup luas, yang selalu mengandung fikiran para ahli dan pecinta pembaharuan. Para cendekiawan di bidang pendidikan masing-masing memberi pandangan tentang masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Sekalipun mereka berlainan pendapat dalam memberi batasan tentang pendidikan, akan tetapi ada kesepakatan diantara mereka bahwa pendidikan itu dilaksanakan untuk mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, demi kesempurnaan pribadinya.
Untuk membahas pengertian pendidikan agama Islam, maka harus dimengerti terlebih dahulu apa sebenarnya yang disebut dengan pendidikan itu sendiri. Sehubungan dengan hal ini penulis mencoba mengemukakan teori pendapat yang berkaitan dengan pengertian pendidikan.

1. Menurut Ahmad D. Marimba
“Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.
2. Menurut Ki Hajar Dewantara
“Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat”.
3. Menurut Soegarda Poerbakawaca
“Pendidikan adalah segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya”.
Sedangkan menurut Mortimer J. Adler
“Pendidikan adalah dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik”
B. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah
Pendidikan islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode yaitu sebagai berikut:
1. Periode Makkah
2. Periode Madinah

1. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
Nabi Muhammad SAW menerima wahyu yang pertama di Gua Hira di Makkah pada tahun 610 M.dalam wahyu itu termaktub ayat al-qur’an yang artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya.
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua termaktub ayat al-qur’an yang artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah. dan perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kamu member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah
Dengan turunnya wahyu itu Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas oleh Allah, supaya bangun melemparkan kain selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk member peringatan dan pengajaran kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan islam.kemudian kedua wahyu itu diikuti oleh wahyu-wahyu yang lain. Semuanya itu disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, mula-mula kepada karib kerabatnya dan teman sejawatnya dengan sembunyi-sembunyi.
Setelah banyak orang memeluk islam, lalu Nabi menyediakan rumah Al- Arqam bin Abil Arqam untuk tempat pertemuan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. di tempat itulah pendiikan islam pertama dalam sejarah pendidian islam.disanalah Nabi mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok agama islam kepada sahabat-sahabatnya dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) alqur’an kepada para pengikutnya serta Nabi menerima tamu dan orang-orang yang hendak memeluk agama islam atau menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan agama islam. Bahkan disanalah Nabi beribadah (sholat) bersama sahabat-sahabatnya.
Lalu turunlah wahyu untuk menyuruh kepada Nabi, supaya menyiarkan agama islam kepada seluruh penduduk jazirah Arab dengan terang-terangan. Nabi melaksanakan tugas itu dengan sebaik-baiknya. Banyak tantangan dan penderitaan yang diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya. Nabi tetap melakukan penyiaran islam dan mendidik sahabat-sahabatnya dengan pendidikan islam.
Dalam masa pembinaan pendidikan agama islam di Makkah Nabi Muhammad juga mengajarkan alqur’an karena al-qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran islam. Disamping itu Nabi Muhamad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi selama di Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepda manusia, supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam semesta seagai anjuran pendidikan ‘akliyah dan ilmiyah.Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa Makkah meliputi:
1. Pendidikan Keagamaan
Pendidikan yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.
2. Pendidikan Akliyah dan Ilmiah
Pendidikan aklyah dan ilmiab yaitu mempelajari kejadian manusiadari segumpal darah dan kejadian alam semesta.
3. Pendidikan Akhlak dan Budi pekerti
Pendidikan ahlak dan budi pekerti yaitu Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
4. Pendidikan Jasmani atau Kesehatan.
Pemdidikan jasmani yaitu mementingkan kebersihan pakaian, badan dan tempat kediaman.
2. Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah islam merupakan kekuatan politik. Ajaran islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agamai slam di Madinah adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Nabi Muhammad SAW mulai meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut adalah:
- Nabi Muhammad saw mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
- Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik secara materil maupun moral.
- Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad SAW dan shalat jama’ah jum’at
Rasa harga diri dan kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad SWA menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa sebagai umat yang memiliki identitas.[7]
Setelah selesai Nabi Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin, tolong- menolong , bantu-membantu, terutama bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.[8]
b. Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan.
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan islam pada masa itu adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun Selama periode Madinah.
Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur, pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
c. Pendidikan anak dalam islam
Dalam islam, anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-qur’an berkaitan dengan itu. Diantara peringatan-peringatan tersebut antara lain:
• Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka)
• Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
• Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.
Adapun garis-garis besar materi pendidikan anak dalam islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Tauhid
2. Pendidikan Shalat
3. Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
4. Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
5. Pendidikan kepribadian
6. Pendidikan kesehatan
7. Pendidikan akhlak.
3. Perbedaan ciri pokok pembinaan pendidikan islam periode kota Makkah dan kota Madinah:
a. Periode kota Makkah:
Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Makkah adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
b. Periode kota Madinah:
Pokok pembinaan pendidikan islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran , merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.
4. Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW
Mengindentifikasikan kurikulum pendidikan pada zaman Rasulullah terasa sulit, sebab Rasul mengajar pada sekolah kehidupan yang luas tanpa di batasi dinding kelas. Rasulullah memanfaatkan berbagai kesempatan yang mengandung nilai-nilai pendidikan dan rasulullah menyampaikan ajarannya dimana saja seperti di rumah, di masjid, di jalan, dan di tempat-tempat lainnya.
Sistem pendidikan islam pada masa khulafa al-Rasyidin dilakukan secara mandiri,tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa Khalifah Umar bin al;khattab yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum pada lembaga kuttab.
Materi pendidikan islam yang diajarkan pada masa khalifah Al-Rasyidin sebelum masa Umar bin Khattab, untuk pendidikan dasar:
a. Membaca dan menulis
b. Membaca dan menghafal Al-Qur’an
c. Pokok-pokok agama islam, seperti cara wudlu, shalat, shaum dan sebagainya.
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajari:
a. Berenang
b. Mengendarai unta
c. Memanah
d. Membaca dan menghapal syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-qur’an dan tafsirnya
b. Hadits dan pengumpulannya
c. Fiqh (tasyri’)
Sistem pendidikan islam lebih bertumpu kepada Nabi, sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas untuk menentukan materi-materi pendidikan islam.Dapat dibedakan menjadi dua periode:
1. Makkah
• Materi yang diajarkan hanya berkisar pada ayat-ayat Makiyyah sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan hadits.
• Materi yang diajarkan menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan, ibadah dan akhlak.

2. Madinah
• Upaya pendidikan yang dilakukan Nabi pertama-tama membangun lembaga masjid, melalui masjid ini Nabi memberikan pendidikan islam.
• Materi pendidikan islam yang diajarkan berkisar pada bidang keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan jasmanai dan pengetahuan kemasyarakatan
• Metode yang dikembangkan oleh Nabi adalah:
a. Dalam bidang keimanan: melalui Tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan di dukung oleh bukti-bukti yang rational dan ilmiah.
b. Materi ibadah : disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga mudah didikuti masyarakat.
c. Bidang akhlak: Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.
5. Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Untuk melaksanakan fungsi utamanya sebagai pendidik, Rasulullah telah melakukan serangkaian kebijakan yang amat strategis serta sesuai dengan situasi dan kondisi.
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada saat itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam baying-bayang ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal islam ini adalah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
a. Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.
b. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.
C. Lembaga Pendidikan Pada Masa Rasul dan Khalifah
Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.
Masjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, yaitu “Umar” yang mengangkat “penutur” sebagai qashsh untuk masjid di kota-kota, umpama Kufa, Bashrah, dan Damsyik guna membacakan Qur’an dan hadits (sunnah Nabi), dari pengajaran awal dalam bahasa dan agama ini lahirlah sekolah dasar rakyat (Maktab) dan juga pusat pengajaran lanjutan, yang berkembang menjadi universitas-universitas pertama abad pertengahan, dan yang akan menjadi model bagi universitas permulaan di Eropa pada abad 11 dan ke-12.
Tujuan maktab yang masih bertahan di banyak bagian dunia Islam, yaitu memperkenalkan remaja dengan ilmu membaca, menulis, dan lebih khusus dengan prinsip-prinsip agama. Jadi maktab berfungsi disamping sebagai pusat pendidikan agama dan sastra bagi masyarakat umum, juga sebagai sesuatu yang lebih menarik bagi studi kita ini tingkat persiapan bagi lembaga pengajaran lanjutan, dimana sains diajarkan dan dikembangkan.
Pada masa ini pula, muncul kelompok tabi’in yang berguru pada lulusan awal, di antara yang paling terkenal adalah Rabi’ah al-Razi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi, adapun murid-muridnya adalah Malik bin Anas al-Asbahi pengarang kitab “al-Muwatta” dan pendiri mazhab Maliki. Sedangkan ulama-ulama tabi’in adalah Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin al-Zubair, Salim Mawla bin Umar dan lain-lain. Di antara yang belajar pada Ibnu Abbas adalah Mujahid (w. 105 H), Sa’id bin Jubair (w. 94 H), Ikrimah Mawla ibn Abbas, Tawus al-Yammani, ‘Ata bin Abi Rabah, semuanya dari Mekah. Di antara tabi’in itu juga adalah al-Hasan al-Basri yang belajar pada Rabi’ah al-Ra’y di Madinah, kemudian kembali ke Bashrah yang dikunjungi oleh penuntut-penuntut ilmu dari seluruh pelosok negeri Islam.
a. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Ketika agama Islam diturunkan Allah, sudah ada di antara para sahabat yang pandai tulis baca. Kemudian tulis baca tersebut ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas di kalangan umat Islam. Ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan, telah memerintahkan untuk membaca dan memberikan gambaran bahwa kepandaian membaca dan menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam. Kepandaian tulis baca dalam kehidupan sosial dan politik umat Islam ternyata memegang peranan penting, sejak nama Nabi Muhammad saw digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, dan dalam menuliskan berbagai macam perjanjian. Pada masa Khulafaur Rasyidin dan masa-masa selanjutnya tulis baca digunakan dalam komunikasi ilmiah dan berbagai buku ilmu pengetahuan. Karena tulis baca semakin terasa perlu, maka maktab berbagai tempat belajar, menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak, berkembang dengan pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam maktab tersebut dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca, sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang terkenal pada masanya.
1. Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Sekolah
Amalan Rasulullah saw diikuti oleh para sahabat dan pengikut-pengikutnya dan juga kaum muslimin kemudian semakin berkembang negara Islam, semakin banyak pula masjid didirikan untuk memainkan peranannya yang penting dalam masyarakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, negeri Parsi, Syam, Mesir dan seluruh semenanjung tanah Arab ditaklukkan, masjid-masjid didirikan di semua kampung sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam.
2. Pusat Pendidikan Islam Pada Masa Rasul dan Khalifah
Bahwa meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik, maka di luar Madinah, dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah pusat pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh para tabi’in.
Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam” menerangkan bahwa pusat pendidikan tersebar di kota-kota besar seperti:
1. Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
2. Kota Bashrah dan Kuffah (Irak)
3. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)
4. Kota Fistat (Mesir).
Pada masa itu pula timbullah madrasah, madrasah yang masih merupakan sekedar tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan yang lain.
b. Madrasah-Madrasah yang Terkenal dan Para Tokohnya
1. Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun madrasah Makkah. Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang meriwayatkannya dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin Kaisan (seorang fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada muridnya juga.
2. Madrasah Madinah
Di sinilah madrasah termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta banyak pula sahabat Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah ahli hadits, beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.
Adapun ulama-ulama sahabat yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :
a. Sa’ad bin Musyayab
b. Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.


3. Madrasah Bashrah
Ulama sahabat yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih, hadits dan ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits), guru yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam lapangan ilmu kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin Malik.
4. Madrasah Kufah
Di Kufah ada Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits Nabi saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.
5. Madrasah Fistat (Mesir)
Tokohnya Abdullah bin Amr bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya menghafal hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga menuliskannya dalam bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits kepada para muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.
c. Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya
Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :
1) Abdullah bin Umar di Madinah
2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3) Abdullah bin Abbas di Makkah
4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :

d. طَلَبُ الْعِلْمِ وَلَوْ بِالسِّنّ
“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.

Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.
Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya.
Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran dan penyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu meneruskan jejak Nabi.
D. Pendidikan Islam Pada Masa Kulafa al-Rasyidin
Tahun-tahun pemerintahan Khulafa al-Rasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak yang mereka bawa dan dakwahkan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi. Pada zaman khulafa al-Rasyidin seakan-akan kehidupan Rasulullah SAW itu terulang kembali. Pendidikan islam masih tetap memantulkanAl-Qur’an dan Sunnah di ibu kota khilafah di Makkah, di Madinah dan di berbagai negri lain yang ditaklukan oleh orang-orang islam.
Berikut penguraian tentang pendidikan Islam pada masa Khulafa al- Rasyidin:
1. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
a. Biografi Ali Bin Abi Thallib
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk agama Islam (assabiqunal awwalun), sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam kekhalifahan Kulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah. Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah
Ketika Rasullullah Saw. mulai menyebarkan Islam, Ali saat itu berusia 10 tahun. Namun ia mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut. Saat Rasullullah Saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya. Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra.Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas, namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar, Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.
b. Perjuangan Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas. Namun kegentingan politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.Perang saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain. Selanjutnya kursi kekhalifahan dipegang secara turun temurun oleh keluarga Bani Umayyah dengan khalifah pertama Muawiyah. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Khulafaur Rasyidin.
c. Pola Pendidikan Ali bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.
Adapun pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafa al-Rasyidin antara lain:
1. Makkah
2. Madinah
3. Basrah
4. Kuffah
5. Damsyik (Syam)
6. Mesir.
d. Pendidikan islam pada masa Ali Bin Abi Thalib
1. Silsilah dan Kepribadian Ali bin Abi Tholib
Ali bin Abi tholib lahir pada tahun 603 Mdisamping ka’bah kota Mekkah, lebih muda 32 tahun dari Nabi Muhammad SAW.Ali termasuk keturunan Bani Hasyim.
Abu tholib memberi nama Ali dengan Haidarah, mengenang kakeknya yang bernama Asad. Haidarah dan Asad dalam Bahasa Arabartinya singa. Sedang Nabi Muhammad memberi nama “ALI” yang menakutkan musuh-musuhnya.
Pada usia 6 tahun, Ali bin Abi Tholib diasuh oleh Nabi Muhammad sebagaimana Nabi diasuh oleh ayahnya, Abu tholib. Karena mendapat didikan dan asuhan langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka Ali tumbuh sebagai anak yang berbudi luhur, cerdik, pemberani, pintar dalam berbicara dan berpengetahuan luas.
Gelar-gelar yang disandang oleh Ali antara lain: “Babul Ilmu” gelar dari Rasulullah yang artinya karena beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan hadist
 Zulfikar karena pedangnya yang bermata,juga disebut “Asadullah” (singa Allah) dua dan setiap Rasulullah memimpin peperangan Ali selalu ada dibarisan depan dan memperole kemenangan.
 “Karramallahu Wajhahu” gelar dari Rasulullah yang artinya wajahnya dimuliakan oleh Allah, karena sejak kecil beliau dikenal kesalehannya dan kebersihan jiwanya.
 “Imamul masakin” (pemimpin orang-orang miskin), karena beliau selalu belas kasih kepada orang-orang miskin, beliau selalu mendahulukan kepentingan orang-orang fakir, miskin dan yatim. Meskipun ia sendiri sangat membutuhkan.
 Ali termasuk salah satu seorang dari tiga tokoh yang didalamnya bercermin kepribadian Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Tholib. Mereka bertiga laksana mutiara memancarkan cahayanya, itulah sebabnya Ali dijuluki “Almurtadha” artinya orang yang diridhai Allah dan Rasulnya.
2. Proses Pemilihan Ali sebagai Khalifah
Setelah wafatnya Usman bin Affan, keadaan tetap menegangkan. Kelompok-kelompok masih berkeliaran di Madinah. Para pemuda menghendaki agar Ali segera menggantinya, namun dengan sopan Ali menolak permintaan itu. Ali menganggap bahwa pengangkatan Khalifah adalh masalah yang sangat penting karena itu masalah ini memerluakn dukungan para sahabat yang dahulu berjuang bersama Nabi SAW. Ali menyatakan: “Mana pahlawan Badar seperti Zubair bin Awwan, Tholhah bin Ubaidillah dan Sa’ad.”
Mendengar hal itu kaum muslimin mengajak Zubair, Thalhah dan Sa’ad bersama-sama membaiat Ali bin Abi Tholib sebagai khalifah. Mereka setuju dan terjadilah pembai’atan Ali sebagai khalifah bagi umat Islam.
3. Kebijakan Ali Menyusun kembali Aparatur Kekhalifaan
Dalam periode khalifah Abu Bakar dan Umar, kehidupan masyarakat masih dalam taraf kesederhanaan seperti periode Nabi Muhammad SAW. Rakyat masih bersatu padu dan kokoh dibawah ikatan tali persaudaraan Islam. Mereka selalu kompak dalam semangat jihad yang ikhlas demi kelulusan agama Islam.
Keadaan ini mulai berubah sejak periode Khalifah Usman bin Affan. Mereka mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi, apalagi saat gubernur yang diangkat Khalifah Usman banyak yang tidak mampu memimpin umat dan tidak disenangi masyarakat. Oleh karena itu Khalifah Ali bin Abi Tholib menanggung beban yang berat dalam memimpin kaum muslimin dengan wilayah kekuasaan yang semakin meluas.
Kebijakan-kebijakn Khalifah Ali dalam menanggulangi hal-hal tersebut adalah:
1. Tanah-tanah atu pemberian-pemberian yang dilakukan Khalifah Usman bin Affan kepada famili, sanak kerabatnya dan kepada siapa saja yang tanpa alasan yang benar atu tidak syah, ditarik kembali dan menjadi milik Baitul Mal sebagai kekayaan negara. Hal ini dilakukan Khalifah untuk membersihkan pemerintahan.
2. Wali/Amir atau gubernur-gubernur penguasa wilayah yang diangkat Khalifah Usman diganti dengan orang-orang baru.

• Kuwait, Abu Musa Al Asy’ari diganti Ammarah bin Syahab
• Mesir, Abdullah bin Sa’ad diganti Khais bin Tsabit
• Basyrah, Abdullah bin Amr diganti Usnab bin Hany Al Anshori
• Syam (Syiria), Muawwiyah bin Abi Sofyan diganti Shal bin Hanif
Hal ini dilakukan Khalifah Ali, karena mereka banyak yang tidak disenangi oleh kaum muslimin, bahkan banyak yang menganggap bahwa mereka itulah yang menyebabkan timbulnya pemberontakan-pemberontakan pada masa Khalifah Usman.
3. Sebagai upaya untuk mencerdaskan umat, Khalifah Ali meningkatkan dalm Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu yang berkaitan dengan Bahasa Arab agar umat Islam mudah dalam mempelajari Al-Qur’an dan Hadits.
4. Berusaha untuk mengembalikan persatuan dan kesatuan umat Islam. Akan tetapi usahanya ini kurang berhasil, karena api fitnah dikobarkan kaum munafik Yahudi yang tidak menyukai Islam.
5. Mengatur tata pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat, seperti memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang diambil dari Baitul Mal sebagaimana yang telah dilakukan Abu Bakar dan Umar.
4. Kekecewaan sebagian Masyarakat Terhadap Kegagalan Ali
Menangkap Pembunuh Usman
Umat Islam pada Khalifah Ali, pecah menjadi beberapa kelompok. ini adalah akibat belum selesainya kasus wafatnya Usman bin Affan. Oleh karena itu, masa pemerintahan Ali diwarnai berbagai kekecewaan yang mengakibatkan pemberontakan-pemberontakan yang ingin menombangkan Khalifah Ali.
- Perang Jamal
Dinamakan perang Jamal, karena dalam perang itu Aisyah mengendarai unta. Perang ini terjadi antara Khalifah Ali dengan Aisyah yang didukung oleh Zubair dan Thalhah.
Ketiga sahabat ini menuntut balas atas kematian Khalifah Usman bin Affan.perang ini terjadi pada tahun 36 H dan tidak berlangsung lama. Zubair dan Thalhah tewas, begitu juga unta yang tunggangi Aisyah terbunuh. Sedangkan Aisyah pun dapat ditawan oleh pasukan Khalifah Ali bin Abi Tholib.
“Sebaiknya Ibunda kembali ke Madinah”, usul Khalifah Ali bin Abi Tholib, “Baiklah. Akan tetapi aku beramanat agar engkau tetap mencari pembunuh Usman bin Affan dan memenggal kepala penjahat itu”, sahut Aisyah. “Saya setuju , Demi Allah, saya akan mencari pembunuh Usman bin Affan”, sumpah Khalifah Ali. Akhirnya Aisyah janda Nabi SAW dikembalikan ka Mdinah dengan penuh kehormatan.
- Perang Siffin
Setelah Khalifah Ali menundukkan pasukan berunta di Basrah, beliau bersama pasukannya menuju Kufah. Dari Kufah beliau mengirim Jabir bin Abdullah Al Bajali untuk meminta Muawwiyah mengurungkan niatnya menentang beliau, dan mengajak agar Muawwiyah menyatakan bai’ahnya terhadap Khalifah Ali bin Abi Tholib. Utusan Ali diterima oleh Muawwiyah. Ia memberi jawaban:
1. Ia tidak akan memberi bai’ah, sebelum kematian Usman diselesaikan dengan tuntas
2. . Kalau Ali mengabaikan pengusutan terhadap pembunuhan Usman, bukan bai’ah yang dilakukan. Tetapi Muawwiyah akan mengangkat senjata untuk melawan Ali.
Dimulailah perang besar di dataran Siffin dengan dahsyatnya antara Ali dengan Muawwiyah. Pertempuran berkecamuk hingga 4 hari lamanya. Dalam pertempuran tersebut tentara Muawwiyah mula-mula menang, tetapi kemudian kalah, dan akhirnya hendak melarikan diri. Tiba-tiba amru mengambil siasat damai dengan memerintahkan kepada seluruh tentaranya mengacungkan Mushaf Al-Qur’an pada pucuk tombaknya serta menyeru “Marilah damai dengan hukum Kitabullah”.
Melihat situasi yang demikian, pasukan Ali pecah menjadi dua golongan satu golongan menerima perdamaian, mengingat pertempuran yang dilakukan sesama muslik, satu golongan yang lain berpendapat perang terus hingga nyata siapa nanti yang menang, dengan dugaan mereka bahwa mengangkat Kitabullah hanyalah semata-mata tipu daya musuh.
Khalifah Ali terpaksa mengikuti golongan pertama yang lebih banyak, yaitu menghentikan pertempuran yang sedang berkobar dan menantikan keputusan yang akan dirundingkan tanggal 15 Rajab 37 H. Perundingan tersebut dikenal dengan perdamaian Daumatul Jandal, karena terjadi di daerah Daumatul Jandal. Dalam perundingan itu, pihak Muawwiyah mengangkat Amr bin Ash sebagai kepala utusan, dari pihak Ali mengangkat Abu Musa Al Asy’ari.
Tanya jawab diadakan dan akhirnya setuju untuk mempersiapkan jawaban agar Ali dan Muawwiyah diturunkan dari keKhalifaan. Kemudian diserahkan kepada umat untuk memilih Khalifah yang disukainya, demi persatuan dan kesatuan umat Islam. Mula-mula Abu Musa berdiri, kemudian memutuskan mencabut Ali dari keKhalifaan. Setelah itu Amr bin Ash juga berdiri dan memutuskan memecat Ali seperti yang dikatakan Abu Musa dan menetapkan Muawwiyah menjadi Khalifah atas pemilihan umat.
5. Peristiwa Tahkim dan Dampaknya
Akibat terjadinya perselisihan pendapat dalam pasukan Ali, maka timbullah golongan Khawarij dan Syi’ah. Khawarij adalah golonga yang semula pengikut Ali , setelah berhenti perang Siffin mereka tidak puas, dan keluar dari golongan Ali, karena mereka ingin melanjutkan peperangan yang sudah hampir menang, dan mereka tidak setuju dengan perundingan Daumatul Jandal.
Mereka berkomentar mengapa harus bertahkim kepada manusia, padahal tidak ada tempat bertahkim kecuali allah. Maksudnya tidak ada hukumselain bersumber kepada Allah. khawrij menganggap Ali telah keluar dari garis Islam. Karena itu orang-orang yang melaksanakan hukum tidak berdasarka Kitab Allah maka ia termasuk orang kafir. Sebaliknya golongan kedua Syi’ah (golongan yang tetap setia mendukung Ali sebagai Khalifah) memberi tanggapan bahwa tidak menutup kemungkinan kepemimpinan Muawwiyah bertindak salah, karena ia manusia biasa, selain itu golongan Syi’ah beranggapan bahwa hanya Ali satu-satunya yang berhak menjadi Khalifah.
Mengingat perdebatan ini tidak titik temunya dan mengakibatkan perundingan Daumatul Jandal gagal sehingga perdamaian tidak terwujud.
6. Ali bin Abi Tholib Wafat
Kaum Khawarij tidak lagi mempercayai kebenaran pemimpin-pemimpin Isalam, dan mereka berpendapat bahwa pangkal kekacauan Islam pada saat itu adalah karena adanya 3 orang imam, yaitu Ali, Muawwiyah dan Amr.
Kemudian kaum Khawarij membulatkan tekadnya, “tiga orang imam itu harus dibunuh dalam satu saat, bila hal itu tercapai umat Islam akan bersatu kembali”. Demikian tekad mereka. “Saya membunuh Ali”, kata Abdurrahman bin Muljam, “Saya membunuh Muawwiyah”, sambut Barak bin Abdullah Attamimi, “Dan saya membunuh Amr”, demikian kesanggupan Amr bin Bakr Attamimi.
Mereka bersumpah akan melaksanakan pembunuhan pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/24 Januari 661 M di waktu subuh. Diantara tiga orang Khawarij tiu. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil membunuh Ali ketika beliau sedang sholat Subuh di Masjid Kufah tetapi Ibnu Muljam pun tertangkap dan juga dibunuh.
Barak menikam Muawwiyah mengenai punggungnya, ketika Muawwiyah sedang sholat Subuh di Masjid Damaskus. Sedang Amr bin Bakr berhasil membunuh wakil imam Amr bin Ash ketika ia sedang sholat Subuhdi Masjid Fusthat Mesir. Amr bin sendiri tidak mengimami sholat, sedang sakit perut di rumah kediamannya sehingga ia selamat. Khalifah Ali wafat dalam usia 58 tahun, kemudian Hasan bin Ali dinobatkan menjadi Khalifah yang berkedudukan di Kufah.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab
a. Biografi Umar Ibn Khattab.
Ayahnya bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim. Beliau berasal dari bani Adiy.

Dimasa Jahiliyah Umar adalah seorang saudagar yang berpengaruh mulia dan berkedudukan tinggi.

Masuknya Umar ke barisan Umat islam telah membawa perubahan baru bagi masyarakat Islam.umat Islam berani menjalankan Sholat dirumahnya masing – masing. Tidak takut menghadapi kaum Quraisy.
Umar Ibn Khattab diangkat menjadi Khalifah setelah wafatnya khalifah abu baker ,Yaitu tahun 634 M- 644/13 H-23 H
b. Perjuangan Khalifah Umar Bin Khattab.
a. Memperbaiki Struktur dan lembaga Negara.
Beliau sorang yang adil dan jujur .pada masa pemerintahannya.negara menjadi Aman. Beliau mengangkat dewan hakim, badan permusyawaratan para sahabat. Badan keuangan. Untuk daerah-daerah, karena wilayah kekuasaan islam semangkin luas,beliau mengangkat Gubernur
b. Lembaga kepentingan msyarakat
Yaitu diadakannya jawatan pos yang akan menyampaikan berita dari kota madina ke daerah – daerrah lainnya, begitu juga sebaliknya.
Perbaikan jalan – jalan umum juga mendapat perhatian , memberi santunan anak yatim , orang tua dan wanita menyusui, khalifah umar juga menetapkan tanggal 1 muharram sebagai tahun baru Hijriyah. Dan menetapkan bulan sabit sebagai lambing Negara.
c. Menaklukkan beberapa Negara kedalam Islam
- Menakklukkan Damaskus.
Dibawah pimpinan khalid Ibn Walid, pasukan Islam bergerak ke damaskus. Saat pasukan islam masuk ke damaskus prajurit Islam dalam keadaan mabuk – mabukan sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.
Sementara panglima Abu Ubaidah bersama pasukannya juga sukses menaklukkan daerah sekitar syam. Dan di daerah tersebut Khalifah umar memerintahkan Khalid iIbn Walid dan Abu ubaidah agar memberi kebebasan beragama kepada penduduknya.
- Membebaskan Baitul Maqdis
Saat itu baitul maqdis dikuasai oleh kerajaan romawi, maka khalifah umar ibn Khattab mengirim bala tentaranya dibawah pimpinan Amr Ibn Ash. Pasukan Romawi yang dipimpin Artabun tidak mampu menghadapi pasukan Islam, setelah pasukan romawi dikepung selama 4 bulan mereka menyerah.
- Menaklukkan Persia
Khalifah Umar mengirim pasukannya ke Persia dibawah pimpinn Khalid Ibn Walid yang dibantu oleh Mutsanna Ibn Haritsah, akan tetapi Khalid ibn walid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu ubaidah di roma dan Mutsanna tetap di Persia. Dengan begitu kekauatan kaum muslimin di Persia berkurangh dan tidak dapat menaklukkan Persia.
Setelah romawi tunduk pada Islam Khalifah Umar mengirimkan kembali pasukan Islam ke Persia berjumlah 8000 orang dibawah pimpinan Sa’ad Ibn Abi Waqosh, dan bertemu dengan pasukan Persia dengan kekauatan 30000 pasukan, namun kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gemilang.
- Menaklukkan Mesir
Mesir saat itu dikuasai oleh tentara Romawi, maka khalifah umar mengirim pasuknnya ke mesir dibawh pimpinn Amr ibn Ash. Dibeberapa daerah kaum muslimin mendapat kemenangan, namuan di Ummu Dunain, kaum muslimin tidak dapat menundukkan kekuatan tentara Romawi, maka Amr Ibn Ash memint bantuan kepada khalifah umar Ibn Khattab. Kemudian khalifah umar mengirim pasukannya yang berjumlah 4000 orang dimana terdapat Zubai, Ubadah Ibn Shamit, dan Al Miqdad Ibn Aswad., dan kaum muslimin harus berjuang menghadapi lawan yang berjumlah 20000 orang maka amr ibn ash mengatur siasat perang.
Khalifah Umar Ibn Khattb wafat tanggal 1 Muharram 23 H ( 644 ) beliau wafat akibat tikaman, saat menjalankan sholat subuh. Oleh Fairuz atau Abu Lulu karena Dendam tak beralasan. Beliau menjadi khalifah selama 10 tahun. Dan dimakamkan di madinah disamping makam Rasulullah dan Abu Bakar As - Siddiq
Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pada ulama telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah dalam jiwa manusia, membiasakan mereka berpegang teguh kepada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Ilmu di masa Rasul dan khalifah adalah suatu yang paling berharga di dunia. Sedangkan ulama yang beramal adalah pewaris para Nabi, seseorang tidak akan sanggup menjalankan mission (tugas-tugas) ilmiah kecuali bila ia berhias dengan akhlak yang tinggi, jiwanya bersih dari berbagai celaan. Dengan jalan ilmu dan amal serta kerja yang baik, rohani mereka meningkat naik mendekati Maha Pencipta yaitu Allah SWT.
Pendidikan Islam mengutamakan segi kerohanian dan moral, maka segi pendidikan mental, jasmani, matematik, ilmu sosial dan jurusan-jurusan praktis tidak diabaikan begitu saja, sehingga dengan demikian pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang komplit dan pendidikan tersebut telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dibantah dibidang keimanan, aqidah dan pencapaian ilmu karena zat ilmiah itu sendiri. Pada masa Rasul telah memiliki perkembangan diberbagai bidang, misalnya ilmiah, kesusasteraan dan kebendaan, tetapi belum sampai ke tingkah rohaniah dan akhlak yang tinggi seperti yang pernah dicapai oleh kaum muslimin di masa kejayaannya.
Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an dan ajaran Islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
Pelaksanaan pendidikan di masa Khalifah Umar bin Kattab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan disamping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat pendidikan juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu,serta diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal.
e. Masa Khalifah Usman bin Affan.
1. Biografi Utsman bin Affan
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari Quraisy. Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Rasulullah Saw sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah Saw ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad Saw untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

2. Perjuangan Utsman bin Affan
Setelah wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H.
Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah. Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada hari Jumat tanggal 17 Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid nantinya. Beliau dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah
3. Pola Pendidikan Utsman bin Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.


BAB III
PENUTUP
Perlu dijelaskan terlebih dahulu pada awal pembahasan ini, bahwa pembahasan masalah pendidikan agama Islam disini adalah diarahkan pada masalah pendidikan agama yang dilaksanakan di sekolah-sekolah di Indonesia dan sesuai dengan agama yang dipeluk Bangasa Indonesia serta diakui oleh pemerintah.
Pendidikan islam pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi 2 periode yaitu sebagai berikut:
1. Periode Makkah
2. Periode Madinah
Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.
Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam” menerangkan bahwa pusat pendidikan tersebar di kota-kota besar seperti:
1. Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
2. Kota Bashrah dan Kuffah (Irak)
3. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)
4. Kota Fistat (Mesir).
Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :
1) Abdullah bin Umar di Madinah
2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3) Abdullah bin Abbas di Makkah
4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Tahun-tahun pemerintahan Khulafa al-Rasyidin merupakan perjuangan terus menerus antara hak yang mereka bawa dan dakwahkan kebatilan yang mereka perangi dan musuhi. Pada zaman khulafa al-Rasyidin seakan-akan kehidupan Rasulullah SAW itu terulang kembali. Pendidikan islam masih tetap memantulkanAl-Qur’an dan Sunnah di ibu kota khilafah di Makkah, di Madinah dan di berbagai negri lain yang ditaklukan oleh orang-orang islam.
Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas.
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu ali tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.
Ali bin Abi tholib lahir pada tahun 603 Mdisamping ka’bah kota Mekkah, lebih muda 32 tahun dari Nabi Muhammad SAW.Ali termasuk keturunan Bani Hasyim.
Abu tholib memberi nama Ali dengan Haidarah, mengenang kakeknya yang bernama Asad. Haidarah dan Asad dalam Bahasa Arabartinya singa. Sedang Nabi Muhammad memberi nama “ALI” yang menakutkan musuh-musuhnya.
Ayahnya bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim. Beliau berasal dari bani Adiy.
Beliau sorang yang adil dan jujur .pada masa pemerintahannya.negara menjadi Aman. Beliau mengangkat dewan hakim, badan permusyawaratan para sahabat. Badan keuangan. Untuk daerah-daerah, karena wilayah kekuasaan islam semangkin luas,beliau mengangkat Gubernur
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari Quraisy. Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. Beliau masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
Setelah wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilik khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdurrahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal.
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.

DAFTAR PUSTAKA
- Arief,Armai, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa,2005.
- Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Husna, 1988.
- Nata, Abuddin, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005
- Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008
- Yunus , Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992
- Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,cet.9,2008
- (Q.S. Al-Alaq: 1-5)
- Prof. Dr.H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992. Hal 6
- Dra. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9, 2008. Hal 28
- Dra.Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9,2008 hal 27
- Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:PT.Raja Grafindo, 1992 Persada,2008. Hal 26
- Dra. Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, cet.9,2008 hal 37
- Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:PT. Hidakarya Agung, 1992. hal 16
- Dra.Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara cet.9,2008 hal 55
- Dra. Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,cet.9,2008 hal 58
- Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung,1992.hal 18
- Dr.Armai Arief, MA, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa,2005. Hal 135-136
- Prof.Dr.H.Abuddin Nata, MA, Pendidikan Islam Perspektif Hadits. Ciputat: UIN Jakarta Press 2005 hal 24
- Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.ag, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008 hal 48
- Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.ag, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008 hal 49
- Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.ag, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008 hal 50
- Prof.Dr.H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung,1992.hal 33
- Dr.Armai Arief, MA, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Penerbit Angkasa,2005. Hal 137


Pengembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin

Pengembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin

PENGEMBANGAN ISLAM PADA MASA KHULAFA AL – RASYIDIN

Pengertian Khulafaurrasidin

Khulafaurrasyidin adalah pecahan dari kata Khulafa’ dan Al – Rasyidin, Kata Khulafa’ mengandung pengertian : cerdik, pandai dan pengganti. Sedangkan kata, Al – Rasyidin mengandung pengertian : Lurus Benar dan Mendapat petunjuk.

Pengertian Khulafaurrasyidin adalah “ Pengganti yang cerdik dan benar serta para pemimpin pengganti Rasulullah dalam urusan kehidupan kaum muslimin, yang sangat adil dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnyasenantiasa pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah SWT.

Para pemimpin Khulafaurrasyidin terdiri dari empat orang sahabat Rasulullah Yaitu:

  1. Abu Bakar Siddiq
  2. Umar Ibn Khattab
  3. Utsman Ibn Affan.
  4. Ali Ibn Abi Thalib.

Dalam pemerintahannya mereka berjuang terus untuk agama Islam . mereka tidak pernah memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadinya ataua untuk mengeruk harta. Mereka adalah pemimpin – pemimpin yang baik dalam melaksanakan kekuasaan. Mereka mau menerima dan mengemban kekhalifahan, bukan karena untuk mengharapkan sesuatu yang akan menguntungkan pribadiya, tetapi semata – mata karena pengabdiannya terhadap Islam dan mencari Keridhaan Allah SWT semata.

Setiap langkah yang dilakukan oleh Khulafaurrasyidin tidak pernah bertentangan dengan kemauan kaum muslimin selalu berjalan pada jalur yang benar.


ABU BAKAR SHIDDIQ DAN PERJUANGANNYA.

1. Riwayat Hidup Abu Bakar

Sebelum memeluk agama Islam , beliau bernama Abdul ka’bah, setelah masuk Islam oleh rasulullah Namanya diganti menjadi Abdullah Ibn Abu Quhafah At – Tamimi. Ibunya bernama Ummul Khoir Salma Binti Sakhir Ibn Amir. Beliau Lahir dua tahun setelah Kelahiran Nabi Muhammad.

Abdullah kemudian digelari Abu Bakar Asy Siddiq yang artinya “ Abu (Bapak ) dan Bakar ( Pagi ), gelar Ash Siddiq diberikan kepada beliau karena beliau orang senantiasa membenarkan segala tindakan Rasulullah, terutama dalam peristiwa Isra’ Mi’raj.

2. Abu Bakar menjadi Khalifah

Rasulullah, Sebagai utusan Allah mengemban dua jabatan , yakni sebagai Rasulullah dan sebagai kepala Negara. Jabatan Beliau yang pertama selesai bersamaan dengan wafatnya. Namun jabatan kedua perlu ada penggantinya,

Belum lagi rasulullah dikebumikan , disebuah tempat yang bernama “ Saqifah bani Sa’idah telah terjadi perselisihan pendapat antara golongan Anshor dan golongan muhajirin , tentang pengganti rasul dalam pemerintahan.

Berita perdebatan dua golongan ini kemudian terdengar oleh sahabat – sahabat terkemuka seperti Abu Bakar, Umar Ibn Khattab dan Utsman Ibn Affan yang sedang berada di rumah Rasulullah, sedang sahabat Ali sedang sibuk mengurus jenazah Rasulullah.

Mendegar berita ini akhirnya sahabat Abu baker dan Umar ibn Khattab sangat terkejut, kemudian keduanya cepat – cepat mendatangi dimana kedua golongan tersebut yang sedang berdebat, untuk itu mereka mendatangi Saqifah Bani Sa’idah.

Abu baker berpidato dihadapan mereka dengan mengemukakan kelebihan – kelebihan Anshor dan Golongan Muhajirin, Abu Bakar Mengusulkan agar hadirin memilih salah satu dari sahabat yaitu Umar Ibn Khattab dan Abu Ubaidah, namun keduanya menolak, dan keduanya berkata, “Demi Allah kami tidak akan menerima pekerjaan besar ini selama engkau m,asih ada , hai abu bakar! …. Engkaulah Orang Muhajirin yang paling mulia , Engkaulah satu – satunya orang yang menyertai Rasulullah di Gua ketika dikejar – kejar oleh orang – orang Quraisy engkaulah satu – satu nya orang yang pernah Rasulullah untuk menjadi Imam Shalat waktu Rasulullah Sakit…Untuk itu tengadahkanlah tanganmu wahai abu baker, kami hendak membaiatmu.

Pada awalnya Abu bakar sendirimerasa keberatan, kemudian Umar ibn Khattab memegang tangan Abu bakar sebagai tanda pembaiatan dan diikuti oleh sahabat Abu Ubaidillah, setelah kedua sahabat selesai maka diikuti oleh seluruh sahabat yang ada di balairung itu baik kaum Muhajirin maupun Anshor.

Kemudia Abu Bakar berpidato ; “ Wahai Manusia ! saya telah diangkat untuk mengandalikan urusanmu padahal aku bukanlah orang terbaik diantara kamu , maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah , maka luruskanlah ! orang yang kamu pandang kuat saya pandang lemah, sehingga aku dapat mengambil hak darinya, sedag orang yang kau pandang lemah aku pandang kuat , sehingga aku dapat mengambalikan hak kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku Taat kepada Allah dan RasulNya., tetapi bilamana aku tidak mentaati Allah dan rasulnya, kamu tidak perlu mentaatiku.

3. Langkah langkah Khalifah Abu Bakar.

Diawal pemerintahannya muncul tiga golongan, Golongan pertama menyatakan dirinya keluar dari Islam (Murtad), Golongan kedua yaitu golongan yang tidak puas dengan Islam, mereka menganggap karena , pemimpinnya sama dengan para budak. Maka muncul Musailamah Al Kazzab dari bani Hanifah di yamamah., Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah ibn Khuwailid dari Bani Asad. Mereka ini mengaku dirinya sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Kemudian golongan ketiga adalah mereka yang ketiga adalah mereka yang salah memahami ayat – ayat Al – Qur’an. Mereka mengatakan bahwa yang berhak memungut zakat adalah Nabi, untuk itu setelah Nabi Wafat maka tidak seorang pun yang berhak memungut zakat.

Menghadapi golongan – golongan ini Abu bakar setelah bermusyawarah dengan sahabat – sahabat lainnya mengambil tindakan tegas. Beliau membentuk pasukan yang dibagi ke dalam 11 batalion yang masing masing dipimpin oleh seorang panglima, yaitu:

  1. Khalid ibn Walib ditugaskan untuk memerangi Thulaihah Ibn Khuwailid dan para pengikutnya.
  2. Ikrimah bin Abi jahl ditugaskan untuk memerangi Musailamah Al kazzab dan Para pengikutnya.
  3. Syarahbil bin Hasanah bertugas mendampingi ikrimah.
  4. Al Muhajjir Ibn abi Umayyah ditugaskan utuk memerangi Aswad Al Ansi dan para pengikutnya.
  5. Huzaifah ibn Muhsin bertugas untuk menaklukkan Negeri Daba di Umman.
  6. Arfajah Ibn Hartsamah ditugaskan ke Negeri Muhrah.
  7. Suaid Ibn Muqrin ditugaskan ke Yaman.
  8. Al Ula Ibn Al Hadromy ditugaskan ke Bahrein.
  9. Thuraifah Ibn hajiz ditugaskan ke Negri Bani Sulaim dan Bani Hawazin.
  10. Amru Ibn Al Ash ditugaskan ke Negeri Qudhoah
  11. Kholid Ibn Sa’id ditugaskan ke tanah –tanah tinggi Syam.

Sebelum Pasukan itu dikerahkan kenegeri masing – masing, Khalifah Abu bakar terlebih dahulu mengirimkan surat kepada golongan – golongan itu agar mereka kembali ke Islam. Namun sebagian besar merka tetap bersikeras, maka pasukan ini pun dikerahkan , dan dalam waktu yang relative singkat , pasukan Abu Bakar telah sukses dengan gemilang.

Dengan suiksesnya pasukan Khalifah Abu Bakar ini , maka keadaan Negara Arab tenag kembali.

Langkah kedua yang dilakukan Khalifah Abu bakar adalah mengirimkan pasukan ke Negri Persia dan Syam dibwah pimpinan Panglimanya. Yakni Kholid Ibn Walid. Penyerangan ini dilakukan karena pada saat Abu bakar sedang menghadapi golongan – golongan pembngkang Persia dan syam banyak memberi dukungan dan bantuan kepada mereka , disamping itu Persia dan syam selalu mengancam terhadap Islam.

Kholid Ibn Walid sebelum menyerang terlebih dahulu mengirim surat kepada Hormoz ( Kaisar Persia ) untuk memeluk agama Islam, Namu Kaisar Hormoz membalasnya dengan mengirimkan pasukan, maka pertempuranpun tak terelakkan. Dalam pertempuran ini panglima kholid ibn walid berhasil menaklukkan psukan Persia dan raja Hormoz sendiri terbunuh. Dengan demikian Persia menjadi wilayah Islam.

Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan ayat – ayat al Qur’an . Usaha ini awalnya muncul dari usul umar Ibn Khattab, beliau melihat banyaknya penghafal alqur’an yang gugur dalam pernag yamamah.,Mulanya Abu Bakar Menolak, Kemudian khalifah Abu bakar memerintah sahabat Zaid Ibn Tsabit untuk mengumpulkan Al Qur’an, karena beliau paling bagus Hafalannya.

Demikian perjuangan Khalifah Abu Bakar selama dua tahun , dan pada tanggal 21 Jumadil Akhir 13 H bertepatan dengan 12 Agustus 634 M Beliau wafat.

UMAR IBN KHATTAB DAN PERJUANGANNYA

1. Biografi Umar Ibn Khattab.

Ayahnya bernama Nufail Al Quraisy dan Ibunya bernama Hantamah Binti Hasim. Beliau berasal dari bani Adiy.

Dimasa Jahiliyah Umar adalah seorang saudagar yang berpengaruh mulia dan berkedudukan tinggi.

Masuknya Umar ke barisan Umat islam telah membawa perubahan baru bagi masyarakat Islam.umat Islam berani menjalankan Sholat dirumahnya masing – masing. Tidak takut menghadapi kaum Quraisy.

Umar Ibn Khattab diangkat menjadi Khalifah setelah wafatnya khalifah abu baker ,Yaitu tahun 634 M- 644/13 H-23 H

2. Perjuangan Khalifah Umar Ibn Khattab.

  1. Memperbaiki Struktur dan lembaga Negara.

Beliau sorang yang adil dan jujur .pada masa pemerintahannya.negara menjadi Aman. Beliau mengangkat dewan hakim, badan permusyawaratan para sahabat. Badan keuangan

Untuk daerah-daerah, karena wilayah kekuasaan islam semangkin luas,beliau mengangkat Gubernur

  1. Lembaga kepentingan msyarakat

Yaitu diadakannya jawatan pos yang akan menyampaikan berita dari kota madina ke daerah – daerrah lainnya, begitu juga sebaliknya.

Perbaikan jalan – jalan umum juga mendapat perhatian , memberi santunan anak yatim , orang tua dan wanita menyusui, khalifah umar juga menetapkan tanggal 1 muharram sebagai tahun baru Hijriyah. Dan menetapkan bulan sabit sebagai lambing Negara.

  1. Menaklukkan beberapa Negara kedalam Islam

- Menakklukkan Damaskus.

Dibawah pimpinan khalid Ibn Walid, pasukan Islam bergerak ke damaskus. Saat pasukan islam masuk ke damaskus prajurit Islam dalam keadaan mabuk – mabukan sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.

Sementara panglima Abu Ubaidah bersama pasukannya juga sukses menaklukkan daerah sekitar syam.

Dan di daerah tersebut Khalifah umar memerintahkan Khalid iIbn Walid dan Abu ubaidah agar memberi kebebasan beragama kepada penduduknya.

- Membebaskan Baitul Maqdis

Saat itu baitul maqdis dikuasai oleh kerajaan romawi, maka khalifah umar ibn Khattab mengirim bala tentaranya dibawah pimpinan Amr Ibn Ash.

Pasukan Romawi yang dipimpin Artabun tidak mampu menghadapi pasukan Islam, setelah pasukan romawi dikepung selama 4 bulan mereka menyerah.

- Menaklukkan Persia

Khalifah Umar mengirim pasukannya ke Persia dibawah pimpinn Khalid Ibn Walid yang dibantu oleh Mutsanna Ibn Haritsah, akan tetapi Khalid ibn walid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu ubaidah di roma dan Mutsanna tetap di Persia. Dengan begitu kekauatan kaum muslimin di Persia berkurangh dan tidak dapat menaklukkan Persia.

Setelah romawi tunduk pada Islam Khalifah Umar mengirimkan kembali pasukan Islam ke Persia berjumlah 8000 orang dibawah pimpinan Sa’ad Ibn Abi Waqosh, dan bertemu dengan pasukan Persia dengan kekauatan 30000 pasukan, namun kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gemilang.

- Menaklukkan Mesir

Mesir saat itu dikuasai oleh tentara Romawi, maka khalifah umar mengirim pasuknnya ke mesir dibawh pimpinn Amr ibn Ash.

Dibeberapa daerah kaum muslimin mendapat kemenangan, namuan di Ummu Dunain, kaum muslimin tidak dapat menundukkan kekuatan tentara Romawi, maka Amr Ibn Ash memint bantuan kepada khalifah umar Ibn Khattab. Kemudian khalifah umar mengirim pasukannya yang berjumlah 4000 orang dimana terdapat Zubai, Ubadah Ibn Shamit, dan Al Miqdad Ibn Aswad., dan kaum muslimin harus berjuang menghadapi lawan yang berjumlah 20000 orang maka amr ibn ash mengatur siasat perang.

Khalifah Umar Ibn Khattb wafat tanggal 1 Muharram 23 H ( 644 ) beliau wafat akibat tikaman, saat menjalankan sholat subuh. Oleh Fairuz atau Abu Lulu karena Dendam tak beralasan. Beliau menjadi khalifah selama 10 tahun. Dan dimakamkan di madinah disamping makam Rasulullah dan Abu Bakar As - Siddiq

http://www.canboyz.co.cc/2010/02/makalah-pengembangan-islam-pada-masa.html

Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pada ulama telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah dalam jiwa manusia, membiasakan mereka berpegang teguh kepada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Ilmu di masa Rasul dan khalifah adalah suatu yang paling berharga di dunia. Sedangkan ulama yang beramal adalah pewaris para Nabi, seseorang tidak akan sanggup menjalankan mission (tugas-tugas) ilmiah kecuali bila ia berhias dengan akhlak yang tinggi, jiwanya bersih dari berbagai celaan. Dengan jalan ilmu dan amal serta kerja yang baik, rohani mereka meningkat naik mendekati Maha Pencipta yaitu Allah SWT.

Pendidikan Islam mengutamakan segi kerohanian dan moral, maka segi pendidikan mental, jasmani, matematik, ilmu sosial dan jurusan-jurusan praktis tidak diabaikan begitu saja, sehingga dengan demikian pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang komplit dan pendidikan tersebut telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dibantah dibidang keimanan, aqidah dan pencapaian ilmu karena zat ilmiah itu sendiri. Pada masa Rasul telah memiliki perkembangan diberbagai bidang, misalnya ilmiah, kesusasteraan dan kebendaan, tetapi belum sampai ke tingkah rohaniah dan akhlak yang tinggi seperti yang pernah dicapai oleh kaum muslimin di masa kejayaannya.

A. Lembaga Pendidikan Pada Masa Rasul dan Khalifah

Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.

Masjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, yaitu “Umar” yang mengangkat “penutur” sebagai qashsh untuk masjid di kota-kota, umpama Kufa, Bashrah, dan Damsyik guna membacakan Qur’an dan hadits (sunnah Nabi), dari pengajaran awal dalam bahasa dan agama ini lahirlah sekolah dasar rakyat (Maktab) dan juga pusat pengajaran lanjutan, yang berkembang menjadi universitas-universitas pertama abad pertengahan, dan yang akan menjadi model bagi universitas permulaan di Eropa pada abad 11 dan ke-12.

Tujuan maktab yang masih bertahan di banyak bagian dunia Islam, yaitu memperkenalkan remaja dengan ilmu membaca, menulis, dan lebih khusus dengan prinsip-prinsip agama. Jadi maktab berfungsi disamping sebagai pusat pendidikan agama dan sastra bagi masyarakat umum, juga sebagai sesuatu yang lebih menarik bagi studi kita ini tingkat persiapan bagi lembaga pengajaran lanjutan, dimana sains diajarkan dan dikembangkan.

Pada masa ini pula, muncul kelompok tabi’in yang berguru pada lulusan awal, di antara yang paling terkenal adalah Rabi’ah al-Razi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi, adapun murid-muridnya adalah Malik bin Anas al-Asbahi pengarang kitab “al-Muwatta” dan pendiri mazhab Maliki. Sedangkan ulama-ulama tabi’in adalah Sa’id bin al-Musayyab, Urwah bin al-Zubair, Salim Mawla bin Umar dan lain-lain. Di antara yang belajar pada Ibnu Abbas adalah Mujahid (w. 105 H), Sa’id bin Jubair (w. 94 H), Ikrimah Mawla ibn Abbas, Tawus al-Yammani, ‘Ata bin Abi Rabah, semuanya dari Mekah. Di antara tabi’in itu juga adalah al-Hasan al-Basri yang belajar pada Rabi’ah al-Ra’y di Madinah, kemudian kembali ke Bashrah yang dikunjungi oleh penuntut-penuntut ilmu dari seluruh pelosok negeri Islam.

Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam

Ketika agama Islam diturunkan Allah, sudah ada di antara para sahabat yang pandai tulis baca. Kemudian tulis baca tersebut ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang luas di kalangan umat Islam. Ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan, telah memerintahkan untuk membaca dan memberikan gambaran bahwa kepandaian membaca dan menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam. Kepandaian tulis baca dalam kehidupan sosial dan politik umat Islam ternyata memegang peranan penting, sejak nama Nabi Muhammad saw digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, dan dalam menuliskan berbagai macam perjanjian. Pada masa Khulafaur Rasyidin dan masa-masa selanjutnya tulis baca digunakan dalam komunikasi ilmiah dan berbagai buku ilmu pengetahuan. Karena tulis baca semakin terasa perlu, maka maktab berbagai tempat belajar, menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak, berkembang dengan pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam maktab tersebut dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-mata menulis dan membaca, sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang terkenal pada masanya.

Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Sekolah

Amalan Rasulullah saw diikuti oleh para sahabat dan pengikut-pengikutnya dan juga kaum muslimin kemudian semakin berkembang negara Islam, semakin banyak pula masjid didirikan untuk memainkan peranannya yang penting dalam masyarakat. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, negeri Parsi, Syam, Mesir dan seluruh semenanjung tanah Arab ditaklukkan, masjid-masjid didirikan di semua kampung sebagai tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam.

B. Pusat Pendidikan Islam Pada Masa Rasul dan Khalifah

Bahwa meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik, maka di luar Madinah, dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah pusat pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh para tabi’in.

Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam” menerangkan bahwa pusat pendidikan tersebar di kota-kota besar seperti:

1. Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)

2. Kota Bashrah dan Kuffah (Irak)

3. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)

4. Kota Fistat (Mesir).

Pada masa itu pula timbullah madrasah, madrasah yang masih merupakan sekedar tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan yang lain.

C. Madrasah-Madrasah yang Terkenal dan Para Tokohnya

1. Madrasah Makkah

Guru pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun madrasah Makkah. Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang meriwayatkannya dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin Kaisan (seorang fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada muridnya juga.

2. Madrasah Madinah

Di sinilah madrasah termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta banyak pula sahabat Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah ahli hadits, beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.

Adapun ulama-ulama sahabat yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :

a. Sa’ad bin Musyayab

b. Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.

3. Madrasah Bashrah

Ulama sahabat yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih, hadits dan ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits), guru yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam lapangan ilmu kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin Malik.

4. Madrasah Kufah

Di Kufah ada Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits Nabi saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.

5. Madrasah Fistat (Mesir)

Tokohnya Abdullah bin Amr bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya menghafal hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga menuliskannya dalam bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits kepada para muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.

D. Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya

Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :

1) Abdullah bin Umar di Madinah

2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah

3) Abdullah bin Abbas di Makkah

4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.

Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :

طَلَبُ الْعِلْمِ وَلَوْ بِالسِّنّ

“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.

Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.

Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.

Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya.

Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran dan penyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu meneruskan jejak Nabi.

KESIMPULAN

Kesimpulannya bahwa sejarah pendidikan Islam di masa Rasul dan Khulafaur Rasyidin sangat menekankan pada pemahaman dan penghafalan al-Qur’an. Pada masa ini keilmuan yang berkembang belum terlalu meluas seperti pada masa setelahnya. Adapun cara pengajarannya sangat sederhana yaitu dengan bertatapan langsung antara pendidik dan peserta didiknya, sehingga pelajaran lebih cepat dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasjy, Muhammad Athijah, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

Fadjar, Abdullah, Peradaban dan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1991.

Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988.

Nasr, Sayyed Hossein, Sains dan Peradaban di dalam Islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1986.

Zuharini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1986.

http://makalah-ibnu.blogspot.com/2009/12/sejarah-pendidikan-islam-pada-masa.html

PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMMAYAH

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum W.Wb

Dengan nama Allah yang Maha pengasih dan Maha penyayang, yang telah mengutus Nabi Muhammad S.A.W sebagai pembawa risalah – risalah dakwah untuk disampaikan kepada umatnya. Sebagai suatu jalan yang harus ditempuh oleh umatnya agar selamat di dunia dan akhirat.

Dan alhamdullilah puji syukur kami ucapkankan karena kami telah dapat menyelesaikan makalah “Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah”. Kami menyadari bahwa makalah ini belum cukup sempurna sepenuhnya baik dari penulisan , maupun bahasanya. Maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, demi tercapainya kebaikan makalah ini

Wassalamualaikum Wr.Wb





Penulis





DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I
Pendahuluan 1
BAB II
Latar Belakang Sosial Politik Pada Masa Bani Umayyah 2
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Masa Umayyah 4
Madrasah Pada Masa Bani Umayyah 6
Tokoh Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah
BAB III
Kesimpulan 10
Daftar Pustaka 12















BAB I
PENDAHULUAN

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibnu Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya, pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar yang lainnya,
Hal ini berbeda dengan masa khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feudal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsure kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.







BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG SOSIAL POLITIK PADA MASA BANI UMAYYAH
Setelah pada tanggal 20 Ramadhan 40 H Ali ditikam oleh Ibnu Muljam, salah satu pengikut Khawarij, kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya (Hasan bin Ali) selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata sangat lemah, sementara pengaruh Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjannjian damai. Perjanjian itu dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam suatu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abi Sufiyan. Di sisi lain perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H, tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun Jama’ah (‘am al jama’ah). Dengan demikian telah berakhirlah masa Khulafa’ur Rasyidin dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam.
Muawiyyah adalah pendiri dinasti Umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hidun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syan ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan Abd Manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad. Ia masuk Islam pada hari penaklukkan kota Mekkah (Fathul Mekkah) bersama penduduk Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyyah berusia 23 tahun.
Mu’awiyah (memerintah661-680) adalah orang yang bertanggung jawab atas perubahan sistem. Sukses kepemimpinannya dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Bani Umayyah berhasil mengokohkan kekhilafahan di Damascus selama 90 tahun (661-750). Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damascus menandai era baru.
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial. Hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya. Muawiyah bin Abu sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Dibidang ekonomi Abdul Malik ibn Marwan adalah khaifah yang pertama kali membuat mata uang dinar dan menuliskan di atasnya ayat-ayat al-Qur’an.7 Ia juga melakukan pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kamajuan dan perubahan, sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya Al-Kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah (Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Keahakiman dan Organisasi Tata Usaha Negara.
Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi :

1. Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan
surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.

2. Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara.

3. Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang
berkaitan dengan ketentaraan.

4. Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
•5. Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum
melalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat.

Masa Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara lain bernamaal-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah. Organisasi Syurthahk(kepolisian) pada masa Bani Umayyah disempurnakan,. Pada mulanya organisasi inimenjadi bagian organisasi kehakiman, yang bertugas melaksanakan perintah hakim dankeputusan-keputusan pengadilan, dan kepalanya sebagai pelaksana al-hudud.


B. PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, amuoun seni suara.
Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi gurunya ulama yang dalam ilmunya , masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu tempat yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis.
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya.
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.
Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, saraf, dan lain-lain.
4. Budang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
Ada dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana kalam yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatar belakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigma berpikir secara mandiri.
Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara.
C. MADRASAH/UNIVERSITAS PADA MASA BANI UMAYYAH
Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: di kota Mekkah dan Madinah (HIjaz),di kota Basrah dan Kufah (Irak), di kota Damsyik dan Palestina (Syam), di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1) Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
2) Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
3) Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
4) Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
5) Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
6) Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.
D. TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN PADA MASA BANI UMAYYAH
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
Ø Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.
Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij
Ulama-ulama Hadist: KitabØ bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan guru diberikannya kepada murid, sehingga menjadi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istilah kita sekarang.
Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)
Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masaØ bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid
Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa sepertiØ Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliah pun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710). sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 79\04/709) adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.


BABIII
KESIMPULAN

Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufiyan. Yang kemudian berkembang jadi pesat dalam berbagai bidang. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
a. Belajar membaca dan menulis.
b. Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya.
c. Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a. Al-Qur’an dan tafsirannya.
b. Hadis dan mengumpulkannya.
c. Fiqh (tasri’).
Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu agama,
2. Ilmu sejarah dan geografi,
3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa,
4. Budang filsafat,
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Madrasah Mekkah
2. Madrasah Madinah
3. Madrasah Basrah]
4. Madrasah Kufah
5. Madrasah Damsyik
6. Madrasah Fistat (Mesir)
Tokoh-Tokoh pendidikan pada masa bani umayyah yaitu:
1. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.
2. Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)
3. Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid
4. Ahli bahasa/sastra: Umar bin Abu Rabiah (w.719), Jamil al-uzri (w.701), Qys bin Mulawwah (w.699) yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq (w.732), Jarir (w.792), dan Al akhtal (w.710).





DAFTAR PUSTAKA
http://jackbana.blogspot.com/2009/10/pendidikan-islam-pada-masa-bani-umayyah.html

http://www.pdfqueen.com/html/aHR0cDovL211aGxpcy5maWxlcy53b3JkcHJlc3MuY29tLzIwMDcvMDgvaXNsYW0tbWFzYS11bWF5eWFoLnBkZg==

http://zahratuljannah.blogdetik.com/2009/04/21/jejak-kegemilangan-umat-islam-dalam-pentas-sejarah-dunia/

http://kammikomsatugm.wordpress.com/2009/10/31/analisis-sejarah-khilafah-bani-umayyah/

http://www.lihatkita.co.cc/2009/11/pendidikan-pada-masa-bani-ummayah.html

umar bin khatab

Umar bin Khattab (581 – November 644) (bahasa Arab: عمر بن الخطاب) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga menjadi khalifah kedua (634-644) dari empat Khalifah Ar-Rasyidin.

Latar belakang

Ia memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nafiel bin abdul Uzza, terlahir di Mekkah, dari Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy. Orangtuanya bernama Khaththab bin Nufail Al Mahzumi Al Quraisyi dan Hantamah binti Hasyim. Keluarga Umar tergolong keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis yang pada masa itu merupakan sesuatu yang jarang. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.

Sebelum Islam, sebagaimana tradisi kaum jahiliyah mekkah saat itu, Umar mengubur putrinya hidup-hidup. Sebagaimana yang ia katakan sendiri, “Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku”. Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum dikalangan kaum Quraish. Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam, Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali. Tetapi, setelah masuk Islam, belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas.

Sehingga, ada kisah yang konyol. Pada malam hari, Umar bermabuk-mabukkan sampai Subuh. Ketika waktu Subuh tiba, beliau pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam. Ketika membaca surat Al-Kafirun, karena ayat 3 dan 5 bunyinya sama, setelah membaca ayat ke 5, beliau ulang lagi ke ayat 4 terus menerus. Akhirnya, Allah menurunkan larangan bermabuk-mabukkan yang tegas.

Memeluk Islam

Ketika ajakan memeluk Islam dideklarasikan oleh Nabi Muhammad SAW, Umar mengambil posisi untuk membela agama tradisional kaum Quraish (menyembah berhala). Pada saat itu Umar adalah salah seorang yang sangat keras dalam melawan pesan Islam dan sering melakukan penyiksaan terhadap pemeluknya.

Dikatakan bahwa pada suatu saat, Umar berketetapan untuk membunuh Muhammad SAW. Saat mencarinya, ia berpapasan dengan seorang muslim (Nu’aim bin Abdullah) yang kemudian memberi tahu bahwa saudara perempuannya juga telah memeluk Islam. Umar terkejut atas pemberitahuan itu dan pulang ke rumahnya.

Di rumah Umar menjumpai bahwa saudaranya sedang membaca ayat-ayat Al Qur’an (surat Thoha), ia menjadi marah akan hal tersebut dan memukul saudaranya. Ketika melihat saudaranya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat. Ia kemudian menjadi sangat terguncang oleh isi Al Qur’an tersebut dan kemudian langsung memeluk Islam pada hari itu juga.

Kehidupan di Madinah

Umar adalah salah seorang yang ikut pada peristiwa hijrah ke Yathrib (Madinah) pada tahun 622 Masehi. Ia ikut terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia adalah salah seorang sahabat dekat Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 625, putrinya (Hafsah) menikah dengan Nabi Muhammad.

Kematian Muhammad SAW

Setelah sakit dalam beberapa minggu, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin tanggal 8 Juni 632 (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah), di Madinah. Persiapan pemakamannya dihambat oleh Umar yang melarang siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Ia berkeras bahwa Nabi tidaklah wafat melainkan sedang tidak berada dalam tubuh kasarnya, dan akan kembali sewaktu-waktu. (Hayatu Muhammad, M Husain Haikal)
Abu Bakar yang kebetulan sedang berada di luar Madinah, demi mendengar kabar itu lantas bergegas kembali. Ia menjumpai Umar sedang menahan muslim yang lain dan lantas mengatakan. “Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah mati. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan hidup selalu tak pernah mati.”

Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur’an : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (surat Ali ‘Imran ayat 144)

Umar lantas menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan. Masa kekhalifahan Abu Bakar Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Kemudian setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk menggantikannya.

Menjadi khalifah

Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.

Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk shalat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk shalat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia shalat.

Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.

Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di jaman itu, ia tetap hidup sebagaimana saat para pemeluk Islam masih miskin dan dianiaya. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.

Kematian

Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk, seorang budak pada saat ia akan memimpin shalat. Pembunuhan ini konon dilatarbelankangi dendam pribadi Abu Lukluk terhadap Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.

Referensi

• Hayatu Muhammad, Muhammad Husain Haikal [1]

• Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, KH Munawar Chalil

• Donner, Fred, The Early Islamic Conquests, Princeton University Press, 1981

• Guillaume, A., The Life of Muhammad, Oxford University Press, 1955

• Madelung, Wilferd, The Succession to Muhammad, Cambridge University Press, 1997

• “G.LeviDellaVida and M.Bonner “Umar” in Encyclopedia of Islam CD-ROM Edition v. 1.0, Koninklijke Brill NV, Leiden, The Netherlands 1999″

• Previte-Orton, C. W (1971). The Shorter Cambridge Medieval History. Cambridge: Cambridge University Press.

Pranala luar

• Excerpt from The History of the Khalifahs by Jalal ad-Din as-Suyuti

• Sirah of Amirul Muminin Umar Bin Khattab (r.a.a.) by Shaykh Sayyed Muhammad bin Yahya Al-Husayni Al-Ninowy.

Dikutib dari : http://www.acehforum.or.id

http://www.google.co.id/#hl=id&q=kumpulan+makalah+pada+masa+umar+bin+khattab&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=3d1cc9fa7794a286